Beranda | Artikel
Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 110 - Melampuai Batas Dalam Berdoa Bagian 2
Minggu, 16 Oktober 2022

Pada pertemuan sebelumnya telah dibahas dalil larangan melampaui batas dalam berdoa. Juga sudah disebutkan bahwa penyimpangan terparah dalam berdoa adalah syirik. Berikut pembahasan tentang potret lain dari melampaui batas dalam berdoa:

Tidak sesuai tuntunan dalam berdoa

Kita semua mengetahui bahwa doa adalah ibadah.

Nabiyullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”. HR. Tirmidzy dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu. Hadits ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzy.

Sebab doa adalah ibadah, maka supaya doa itu diterima, sekurang-kurangnya harus terpenuhi dua syarat. Ikhlas dan sesuai tuntunan agama.

Sehingga orang yang berdoa tidak sesuai tuntunan; dia telah teranggap melampaui batas dalam berdoa.

Contohnya adalah menambah-nambahi redaksi doa yang sudah baku dalam al-Qur’an dan Sunnah. Juga mengarang-ngarang sendiri redaksi doa yang telah ditetapkan syariat waktu, tempat, momen dan keutamaannya. Misalnya mengarang sendiri redaksi doa istiftah shalat, doa masuk kamar mandi, doa sebelum tidur dan lain sebagainya.

Imam ath-Tharthusyiy (w. 520 H) berkata, “Di antara perilaku yang paling aneh, adalah manakala engkau meninggalkan doa-doa yang disebutkan Allah dalam al-Qur’an, yang dipanjatkan para nabi, para wali, para manusia pilihan, dan doa tersebut telah terjamin mustajab. Kemudian engkau memilih berdoa dengan doa-doa para penyair dan penulis biasa. Seakan engkau telah mengamalkan seluruh doa para nabi, lalu merasa perlu untuk menambahinya dengan doa dari selain mereka”.

Yang lebih parah lagi, seringkali doa-doa bikinan sendiri itu mengandung kata-kata kufur dan permohonan bantuan kepada selain Allah ta’ala.

Imam al-Qarafiy (w. 684 H) setelah menjelaskan tentang pentingnya mencukupkan diri dengan doa-doa yang termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah, beliau mengingatkan dari doa-doa yang menyimpang.

Kata beliau, “Wajib menjauhi doa-doa yang mengandung kekufuran dan yang semisalnya. Sebab akan mendatangkan kemurkaan Allah dan mengakibatkan kekal di neraka”.

Adapun doa yang bersifat umum, tidak terbatas waktu atau tempat, yang tidak ditentukan syariat redaksi doanya, maka tidak mengapa bagi seorang muslim untuk menggunakan redaksi sendiri. Namun dengan syarat, redaksi tersebut tidak mengandung unsur penyimpangan, tidak diyakini memiliki keistimewaan khusus, dan tidak dirutinkan pengamalannya.


Artikel asli: https://tunasilmu.com/silsilah-fiqih-doa-dan-dzikir-no-110-melampuai-batas-dalam-berdoa-bagian-2/